Sudah lama Mamak tak menuliskan kisah perjalanan ke tempat wisata, perjalanan yang dilakukan di sela-sela melaksanakan tugas ke berbagai daerah yang ada di Indonesia. Jadi, di penghujung 2025 ini, Mamak memahatkan kenangan saat berkunjung ke Daya Tarik Wisata Ulun Danu Beratan di Tabanan, Bali yang Mamak lakukan di pertengahan November 2025 kemarin.
Di kawasan ini terdapat sebuah pura yang tampak seolah mengapung di atas air, memantulkan siluetnya pada permukaan danau yang tenang. Itulah Pura Ulun Danu Beratan, salah satu ikon wisata dan spiritual terkenal di Bali.

Lokasi Pura Ulun Danu Beratan
Pura Ulun Danu Beratan terletak di kawasan Bedugul, tepatnya di tepi Danau Beratan, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. Lokasinya berada di dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut.
Dari Denpasar atau kawasan wisata seperti Kuta dan Ubud, perjalanan menuju Pura Ulun Danu Beratan memakan waktu sekitar 1,5–2 jam. Sepanjang perjalanan, wisatawan akan disuguhi pemandangan perbukitan hijau, kebun sayur, dan udara yang semakin sejuk mendekati Bedugul.
Rombongan Mamak sampai di sini menjelang pukul 1 siang. Jadi kami memutuskan untuk sholat terlebih dahulu. Terdapat mushola kecil di dekat pintu masuk, dekat juga dengan area parkir, dengan tempat wudhu terbuka. Bagi yang tak nyaman dengan tempat wudhu yang terbuka, bisa jalan menyeberang dari kawasan wisata ulun danu beratan. Di seberang jalan terdapat sebuah masjid yang lumayan besar dan dapat menampung banyak jamaah.
Legenda Danu Beratan
Dari pintu masuk, nampak taman yang luas dan bersih. Terdapat beberapa patung penari Bali di beberapa sudut taman. Jadi kalau Anda berniat berkunjung ke sini, pastikan mengenakan alas kaki yang nyaman, karena areanya sangat luas dan Anda harus banyak berjalan kaki jika ingin menikmati semua keindahannya.

Pada salah satu bagian taman, Mamak temukan sebuah mural yang menggambarkan legenda terbentuknya danu Beratan. Kalau boleh Mamak sebut relief, begitulah yang nampak di dinding lebar di hadapan Mamak. Jika tak ada pemandu, bagi pengunjung seperti Mamak, tentu akan susah memahami jalan cerita dari relief tersebut. Mamak coba menelusuri dari sisi kiri ke kanan. Dan Mamak menemukan apa yang Mamak cari, informasi yang dapat dipahami dengan mudah oleh pengunjung.

Di sisi kanan mural, terdapat juga sebuah papan besar, berisi 12 gambar yang menceritakan asal mula Danu Beratan. Masing-masing gambar dilengkapi dengan teks, berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Mamak kutipkan di sini bunyi tulisan yang ada di papan tersebut.
- Diceritakan pada jaman dahulu kala kehidupan berpindah-pindah, ada beberapa kelompok orang menemukan lahan yang sangat luas yang merupakan bekas letusan gunung purba. Lalu mereka memutuskan hidup menetap di kawasan tersebut.
- Mereka lalu menggarap lahan yang mereka temukan. Ketika musim hujan, mereka mulai bercocok tanam. Ada yang menanam padi dan palawija untuk kebutuhan hidup. Kawasan ini sangatlah subur.
- Beberapa bulan kemudian, tanaman mereka tumbuh subur dan siap di panen.
- Lahan yang sangat luas, mereka harus memanennya dengan cara gotong royong. Para ibu memanen padi sedangkan para pria mengangkut hasil panen untuk di simpan di lumbung. Kegiatan ini terus berlanjut sampai semua padi habis.
- Keajaiban pun terjadi. Mereka memanen padi bersama-sama dari selatan ke utara. Setelah selesai panen di utara, namun padi yang di selatan tumbuh dengan cepat dan siap pula di panen kembali. Hasil yang sangat melimpah ruah.
- Hal ini pula yang menyebabkan mereka kehabisan akal untuk memanennya. Padi yang mereka panen tidak pernah habis.
- Karena kelelahan, mereka beristirahat dan bercanda gurau. Mereka memiliki kebiasaan untuk menancapkan gelanggang ke tanah. Mereka bercanda kalau Tuhan sedang mempermainkan mereka, mengeluh kecapekan dan lain-lain.
- Namun gelanggang padi yang mereka tancapkan ke tanah, tepat mengenai pembuluh air di dalam tanah. Tidak terelakkan lagi, semakin hari air yang muncul dari dalam tanah semakin hari semakin membesar.
- Dan akhirnya air pun menenggelamkan seluruh padi mereka. Mereka terpaksa harus berpindah tempat kembali dan mencari lahan yang baru. Dan mereka pun menuju arah utara. Lahan mereka berubah menjadi sebuah danu besar.
- Bertahun-tahun kemudian di masa kerajaan di Bali, ada seorang raja yang bermeditasi diseputaran gunung di atas danu tersebut yang di kenal dengan gunung mangu. Dalam meditasi sang raja, beliau melihat cahaya kuning keemasan di pinggir danu.
- Kemudian dari peristiwa tersebut sang Raja memerintahkan sang patih dan beberapa rakyatnya untuk membangun sebuah pura di pinggir danu tersebut sebagai rasa syukur sang Raja terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa.
- Pura tersebut kita kenal sampai sekarang sebagai Pura Ulun Danu Beratan, tempat pemujaan Dewi Danu sebagai dewi kemakmuran dan kesuburan. Dan bambu kuning keramat yang tumbuh di sebelah selatan pura dipercaya tumbuh dari gelanggang padi yang ditancapkan tersebut.
Demikianlah kisah terbentuknya danau dan juga Pura Ulun Danu Beratan yang berada di tepi danau. Dari gambar yang ada, yang dimaksud dengan gelanggang padi adalah batang bambu yang diruncingkan pada kedua ujungnya, digunakan sebagai alat untuk memikul padi.

Daya Tarik Utama Pura Ulun Danu Beratan
Saat Mamak ke sana, pengunjungnya ramai sekali. Tak hanya warga lokal Indonesia saja, melainkan banyak juga turis dari mancanegara. Banyak turis dari Eropa, entah negara apa, ada yang datang dalam rombongan besar dan rombongan kecil. Ada turis dari India, Korea dan Jepang juga. Semuanya datang, tentu saja karena daya tarik dari kawasan Pura Ulun Danu Beratan.
1. Pura yang Seolah Mengapung di Danau
Daya tarik paling ikonik dari Pura Ulun Danu Beratan adalah Pelinggih Meru bertingkat yang berdiri di tepi danau, bahkan terlihat seperti mengapung saat air danau naik. Pemandangan ini yang paling banyak dicari oleh pengunjung. Tak heran banyak pengunjung yang antri ingin berfoto dengan latar belakang pura ini.

Ada pengunjung yang bergantian berfoto dengan teman serombongannya, berbarengan dan sendiri-sendiri. Gantian memotret dan di potret. Ada yang berswafoto dengan tripod, tongsis maupun tangan sendiri. Saat melihat pengunjung yang berswafoto, Mamak menawarkan bantuan untuk memotret. Mamak pun ikut senang saat melihat pengunjung tersebut berwajah sumringah saat melihat hasil fotonya, sambil berucap terima kasih berulang kali.
Di antara riuhnya pengunjung yang berlalu lalang, sebagian antri untuk memotret dan di potret, alhamdulillah Mamak dapat juga beberapa foto yang bersih dari penampakan pengunjung lain. Memang harus sabar menunggu momen yang pas, kecepatan berpose dan ketrampilan tangan untuk menekan tombol kamera.

2. Perpaduan Alam dan Arsitektur
Pura ini dikelilingi oleh danau, pegunungan, dan taman yang tertata rapi. Arsitektur khas Bali berpadu harmonis dengan lanskap alam, menciptakan suasana yang tenang dan sakral. Tamannya bersih, baik hamparan rerumputan maupun aneka jenis tanaman hias besar dan kecil, semua tertata dengan rapi.
Saat Mamak disana, cuaca mendung. Jadi enak banget memang buat jalan-jalan keliling taman, dan sesekali berhenti untuk mengamati, memuaskan pandangan mata dan juga memotret.

Perbukitan diseberang danau, sebagian tertutup oleh kabut. Bagi yang tak takut air, bisa menyewa speedboat dan berkeliling danau. Karena Mamak ini penakut, dan nggak bisa berenang, jadi langsung menolak ketika teman menawari untuk naik speedboat.

3. Spot Fotografi yang Menawan
Setiap sudut kawasan pura menawarkan pemandangan yang fotogenik, mulai dari gerbang batu khas Bali, taman bunga, hingga refleksi pura di permukaan danau. Ada taman air juga, dengan beberapa spot foto yang menarik. Banyak juga turis asing yang rela antri untuk dapat berfoto di beberapa spot tersebut.

Ada kejadian lucu saat kami akan memasuki gerbang ke area kawasan pura. Ada banyak orang ingin berfoto di gerbang tersebut. Saya dan teman-teman melihat sepasang lelaki perempuan, kata teman saya, melihat ciri fisiknya, mereka berdua ini orang korea. Mereka bergantian memotret. Teman saya pun menawarkan diri untuk memotret mereka berdua, tentu dengan bahasa Inggris yang terbata diiringi gerakan tangan memperagakan memotret.
Mereka pun tampak gembira menerima tawaran tersebut. Usai di potret, si perempuan berucap “terima kasih”. Kami semua tertawa mendengarnya, karena ternyata dia bisa berbahasa Indonesia. Padahal teman saya sudah berusaha berbahasa Inggris dengan lancar.
Kami pun lalu minta tolong untuk di potret juga. Sayang, dari sekian kali jepret, hasilnya tak sesuai harapan. Ada yang gerbang tak tampak semua, ada yang gerbangnya tampak, tapi fotonya miring. Tapi tak apalah Mamak pajang salah satunya di sini ya.


Ada persewaan pakaian adat juga disini, dan satu kawasan pura kecil yang hanya boleh dimasuki oleh pengunjung yang menyewa pakaian adat. Kalau saya perhatikan sih, sebuah miniatur pura, sebagai pelengkap properti foto. Karena di pura yang sebenarnya, kan pengunjung tak diperbolehkan untuk masuk.


4. Fasilitas Lengkap
Ada toilet di beberapa titik, pastikan membawa uang ya, karena toiletnya berbayar 2000 rupiah, dan ada penjaganya. Toiletnya bersih, tersedia tissue juga. Rata-rata toilet duduk.
Capek jalan-jalan, ada beberapa tempat makan ataupun sekedar ngopi yang. Terpampang harga minuman/makanan di depannya, jadi pengunjung bisa memutuskan mau masuk atau tidak setelah melihat daftar harganya.


Tips dan Trik Berkunjung ke Pura Ulun Danu Beratan
Agar kunjungan semakin nyaman dan berkesan, berikut beberapa tips yang bisa diperhatikan:
- Datang pagi hari
Waktu terbaik berkunjung adalah pagi hari, saat kabut masih tipis dan suasana belum terlalu ramai. - Gunakan pakaian sopan
Sebagai tempat suci, wisatawan disarankan mengenakan pakaian sopan. - Bawa jaket atau pakaian hangat
Udara Bedugul cukup dingin, terutama saat pagi dan sore hari. - Perhatikan cuaca
Kabut dan hujan bisa datang tiba-tiba. Siapkan payung atau jas hujan ringan. - Hormati aturan dan kesakralan pura
Ikuti petunjuk yang ada, jangan memasuki area yang dibatasi, dan tetap menjaga sikap selama berada di kawasan pura.

Penutup
Pura Ulun Danu Beratan bukan hanya destinasi wisata, melainkan simbol keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan dalam filosofi Tri Hita Karana. Keindahan alamnya, sejarahnya yang kaya, serta suasananya yang damai menjadikan pura ini salah satu tempat yang wajib dikunjungi saat berada di Bali.
Di tengah kabut dan tenangnya Danau Beratan, Pura Ulun Danu Beratan mengajarkan bahwa keindahan sejati lahir dari keseimbangan antara alam, budaya, dan spiritualitas.

