Skip to content

Mamak Pintar

Kisah perjalanan Mamak untuk menjadi Pintar.

Menu
  • Home
  • Parenting
  • Lifestyle
  • Pendidikan
  • Traveling
  • Teknologi
Menu
live tiktok TKA

Ketika Live TikTok Lebih Menarik dari Lembar Soal TKA

Posted on November 4, 2025November 4, 2025 by Mamak Pintar

Pagi ini, saat membuka laman X, Mamak menemukan sebuah informasi tentang perilaku seorang remaja putri yang melakukan kegiatan live di platform TikTok saat sedang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA). Memang, di tanggal 3 November kemarin, sudah dilaksanakan kegiatan TKA untuk siswa kelas XII SMA dan SMK.

Mamak jadi langsung membayangkan, ada siswa yang begitu mengetikkan info akun di layar monitor pada sistem ujian TKA, lalu nampak soal di layar, bukannya segera membaca dan mengerjakan soal, namun malah meraih handphone. Membuka akun media sosial, lalu membuka fitur live dan dengan suara pelan, ia berkata, “Hai guys, aku lagi ngerjain TKA nih, penasaran kan soalnya kayak gimana?”

Sekilas tampak sepele, bahkan mungkin “lucu” bagi sebagian teman-temannya. Tapi ketika siaran live TikTok TKA menyebar dan menjadi viral, masyarakat mulai bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi pada generasi muda kita?

Sindrom Ingin Jadi yang Pertama

Mari kita kesampingkan pertanyaan kenapa bisa ke dalam ruang ujian siswa tersebut membawa handphone? Mamak akan mencoba membahas dari sini yang lain tentang perilaku siswa tersebut.

Fenomena seperti ini sebenarnya bukan hal baru. Dalam psikologi sosial modern, ada istilah yang sering dikaitkan dengan perilaku digital remaja: “Fear of Missing Out” (FoMO), yaitu rasa takut tertinggal dari tren, informasi, atau perhatian publik.

Remaja yang live TikTok TKA saat mengerjakan ujian bukan semata-mata ingin melanggar aturan, melainkan terdorong oleh kebutuhan psikologis yang lebih dalam, yaitu ingin menjadi yang pertama tahu, dan lebih jauh lagi, ingin menjadi yang pertama menyebarkan.

Di era media sosial, “menjadi yang pertama” memberi sensasi tersendiri. Ada kebanggaan ketika kontennya dilihat ribuan orang, ada adrenalin ketika komentar masuk bertubi-tubi, dan ada rasa diakui ketika pengikutnya bertambah.

Sayangnya, dalam proses itu, batas antara hal yang pantas dan yang tidak menjadi kabur. Bagi sebagian remaja, viral menjadi tujuan, bukan lagi akibat.

Tekanan Eksistensi di Dunia Maya

Psikolog anak dan remaja sering menyebut fenomena ini sebagai tekanan eksistensial digital. Remaja kini hidup dalam dua dunia: dunia nyata dan dunia maya. Nilai diri mereka sering kali diukur dari seberapa banyak “like”, “viewer”, atau “follower”.

Mereka belum sepenuhnya memahami bahwa tindakan impulsif di dunia digital bisa berdampak panjang, bukan hanya pada reputasi pribadi, tetapi juga kredibilitas lembaga pendidikan dan integritas pelaksanaan TKA

Dalam kasus live TikTok saat TKA, perilaku itu menunjukkan kebutuhan validasi yang belum terpenuhi. Sang remaja mungkin tidak bermaksud curang, tapi ia ingin dilihat, diakui, dan dianggap “berani”. Ini adalah bentuk komunikasi tak langsung dari jiwa muda yang haus pengakuan, namun belum memahami konsekuensinya.

Peran Orang Tua dan Guru: Mengembalikan Makna Atensi

Lalu apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat, bahkan juga dalam hal ini Kemendikdasmen selaku penyelenggara TKA? Tentu saja tak hanya satu pihak, butuh kelerlibatan banyak pihak, agar kejadian seperti live TikTok TKA ini tak terulang lagi di masa-masa mendatang.

1. Orang Tua Perlu Hadir, Bukan Sekadar Mengawasi.

Remaja bukan hanya butuh ponsel yang diawasi, tapi perasaan bahwa dirinya didengarkan. Luangkan waktu untuk bertanya, “Apa yang kamu rasakan?” bukan hanya “Kamu ngapain aja di TikTok?”
Dengan komunikasi yang terbuka, anak akan belajar membedakan antara perhatian yang tulus dan perhatian yang semu dari dunia maya.

Tentu saja orang tua juga harus terus berlatih untuk menjalin komunikasi yang baik dengan anak-anak remajanya. Jika komunikasi baik, remaja cukup memperoleh perhatian dari orang tua, dia tak akan sibuk mencari validasi di luar, apalagi dari dunia maya.

2. Guru Perlu Menanamkan Literasi Digital, Bukan Sekadar Menegur.

Larangan tanpa pemahaman hanya akan membuat siswa mencari cara lain. Jadikan momen seperti ini sebagai bahan refleksi kelas: bahas dampak nyata dari oversharing, ajak siswa berdiskusi tentang etika bermedia sosial, dan tanamkan nilai tanggung jawab digital sejak dini.

Literasi digital sebenarnya sudah masuk juga di salah satu mapel dalam kurikulum nasional, yaitu mapel informatika, ada juga di mapel koding dan kecerdasan artifisial. Tapi sepertinya pemahaman ke para siswa belum sesuai dengan yang diharapkan, bahwa interaksi di dunia digital juga perlu tata krama.

3. Sekolah dan Lembaga Pendidikan Perlu Adaptif.

Edukasi karakter digital seharusnya menjadi bagian dari kurikulum nonformal. Bukan hanya tentang keamanan siber, tapi juga tentang etika eksistensi digital: bagaimana remaja bisa hadir di dunia maya dengan bermartabat, tanpa kehilangan jati diri.

Menumbuhkan Budaya “Berpikir Sebelum Bertindak”

Fenomena remaja yang live TikTok saat TKA bukan semata masalah disiplin, melainkan cermin dari kebutuhan zaman: kebutuhan untuk terlihat. Maka, solusi terbaik bukan menutup ruang digital, tetapi mengajarkan cara bertanggung jawab di dalamnya.

Bayangkan jika remaja yang sama, alih-alih live saat ujian, melainkan membagikan pengalamannya belajar atau motivasi sebelum TKA. Bagaimana perjuangannya, rasa deg-degannya sebelum masuk ruang ujian, hingga tips mengatur waktu belajar. Perilaku yang sama, berbagi, akan bermakna sangat berbeda ketika diarahkan dengan benar. Dan pastinya, akan memperoleh tanggapan yang berbeda pula dari netizen.

Menemani, Bukan Menyalahkan Remaja Live TikTok TKA

Remaja hari ini bukan generasi yang rusak. Mereka hanya hidup di dunia yang lebih cepat dari kemampuan kita untuk mengatur ulang nilai-nilai lama. Ketika mereka menyalakan kamera, mereka sesungguhnya sedang memanggil perhatian kita:

“Lihat aku. Aku ada. Aku ingin dimengerti.”

Dan tugas kita, sebagai orang tua, guru, dan masyarakat, adalah menjawab panggilan itu. Bukan dengan kemarahan, tapi dengan pendampingan yang hangat, komunikasi yang terbuka, dan pendidikan digital yang berkelanjutan.

Sebab di balik layar ponsel itu, ada jiwa muda yang sedang belajar memahami dunia dan dirinya sendiri.

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tentang Aku

Mamak 3 anak yang terus belajar untuk menjadi pintar. Pintar mengurus rumah, pintar urusan kantor, pintar urusan sosial kemasyarakatan, pintar urusan akhirat.

Kontak : nara201155@gmail.com

Tulisan Terbaru

  • Xmax dan Dunia Modifikasi Impian Anak Muda: Ketika Motor Bongsor Menjadi Kanvas Ekspresi Gaya Hidup

    Xmax dan Dunia Modifikasi Impian Anak Muda: Ketika Motor Bongsor Menjadi Kanvas Ekspresi Gaya Hidup

    October 27, 2025
  • Pelatihan Koding dan Kecerdasan Artifisial bagi Guru SMK

    Pelatihan Koding dan Kecerdasan Artifisial bagi Guru SMK

    October 24, 2025
  • Pendampingan Penyusunan Modul dan Video Pembelajaran SMKN 1 Paron Ngawi

    Pendampingan Penyusunan Modul dan Video Pembelajaran SMKN 1 Paron Ngawi

    October 17, 2025
  • Layanan Asuransi Kecelakaan Chubb Life yang Membuat Hidup Lebih Tenang

    Layanan Asuransi Kecelakaan Chubb Life yang Membuat Hidup Lebih Tenang

    October 3, 2025
  • Sosialisasi Tes Kemampuan Akademik Jenjang SMK Lokus Kupang

    Sosialisasi Tes Kemampuan Akademik Jenjang SMK Lokus Kupang

    September 30, 2025
  • Lifestyle
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Teknologi
  • Traveling

Komunitas Blogger

Kumpulan Emak Blogger

Blogger Perempuan

Seedbacklink

© 2025 Mamak Pintar | Powered by Superbs Personal Blog theme